Di sebuah ruangan yang serba berwarna putihTerdapat dua insan yang sedang menikmati keheningannyaSang lelaki nampak terbaring lemah di ranjangnya...Ditemani seorang wanita yang sangat setia berada di sisinya
Sesering kali suara parau mereka mulai terdengar bersahutanMengalun syahdu, menyanyikan lagu-lagu kerinduanTerkadang pula percakapan ringan yang terbalut pengharapanSelalu bergema di hari-hari mereka kala itu
Sang lelaki bertanya :
“sebelum aku benar-benar pergi meninggalkanmu…, adakah beberapa bait kata-katamu yang akan kau utarakan disini ?...”
“sebelum aku benar-benar pergi meninggalkanmu…, bersama malaikat itu, menuju tempat peristirahatanku…”
Lalu sang wanita menjawab dengan senyum yang dikuatkan :
“tolong jangan katakan itu sayang…, sungguh diriku tak mau mendengarnya lagi…, percayalah… kau akan sembuh, kau akan sembuh sayangku…”
“dan sepertinya tak ada bait kata-kata terakhir yang pantas aku utarakan sekarang…, karena aku tau…,bahwa dirimu akan sembuh…”
Sang lelaki berkata kembali, mencoba menyadarkan sang wanita :
“lihatlah aku sayangku…, lihatlah !!…, aku tak mungkin sembuh dan sepertinya ini adalah percakapan terakhir kita…”
“karena aku tak cukup kuat untuk menahan jutaan rasa sakit ini…, rasa sakit yang terasa amat sangat ku rasakan…, mulai dari otakku sampai ke sum-sum tulangku…”
Lalu jemari sang wanita mulai merangkak menuju tangan sang lelakiBerusaha meraih ketenangan sang lelaki, dan berkata :
“sayangku ternyata kau mulai lupa yah ?..., bukankah semua ucapanmu tadi pernah kau ucapkan kepadaku 2 tahun yang lalu ?...”
“bahkan sebelum kau mampu mengatakan itu…, keadaanmu lebih parah dari sekarang…, walau hanya untuk mengenaliku saja…, waktu itu kau tak mampu…”
“namun sekarang lihatlah dirimu…, telah mampu mengenaliku…, mampu bercakap-cakap denganku…, bahkan setiap malam…, sering kali kita habiskan dengan membahas puisi-puisimu terdahulu…”
Sang lelaki memotong ucapan sang wanita :
“apakah benar yang kau ucapkan itu ?...”
Kemudian sang wanita mengganguk, lalu tersenyumSembari mengeluarkan suara merdunya :
“benar sayangku…, yang aku ucapkan itu benar adanya…, dan sekarang kau berjanji kepadaku yah !..., jangan kau tanyakan lagi kepadaku…, apa kata-kata terakhirku untukmu…”
“karena aku masih belum siap hidup tanpamu…, aku belum siap menjalani hidup hanya dengan mengenangmu saja…”
“dan sepertinya hari mulai larut sayangku…, lebih baik kau istirahat dulu !..., semoga esok pagi keadaanmu dapat lebih baik lagi dari sekarang…”
Lalu seusai mendengarnya sang lelaki berkata :
“terima kasih sayangku…, atas semua kebaikan dan ketulusanmu kepadaku…, entah bagaimana nanti aku akan mampu membalas semuanya…”
“oh…Tuhan terima kasih atas anugerah yang terindah ini…, semoga suatu hari nanti, setelah aku sembuh…, aku dapat melakukan apa yang telah dirinya lakukan untuk aku…”
Dengan tatapannya yang berkaca-kaca, sang wanita membalas :
“tak usah kau berterima kasih seperti itu sayangku…, itu semua sudah merupakan kewajibanku…, dan aku pun ikhlas melakukannya untukmu…”
“dan menurutku kelak kau akan mampu berbuat seperti itu…, dan menurutku kau bisa melebihiku…, bahkan mampu melebihi dari perbuatanku sekarang kepadamu…”
Kemudian dengan penuh keharuanSang lelaki akhirnya mampu menyalakan kembaliPelita yang mulai redup di hatinyaBerusaha mengobarkannya untuk seseorang yang selalu setia disisinya
Lalu seiring malam yang semakin larutSerta udara dingin yang mulai merambat naikMerasuki tubuh yang menyelinap dari balik selimutKedua insan ini membenamkan percakapannyaPukul 04:35 WIB, saat langit hitam kelamTersamarkan oleh suara adzan shubuhYang menyadarkan sang lelaki dari biusan sang lelapUntuk segera bergegas mencukupkan buah tidurnya
Dalam pandangan yang masih sangat terbatasSang lelaki mendapati sang wanitanyaMasih menikmati istirahatnya dengan begitu nikmatnyaSeakan-akan seperti menikmati hidangan yang sangat lezat
Tersaji pada meja perjamuan yang sangat panjangYang disekelilinginya dipenuhi beraneka ragam macam makananNampak sesering kali terdengar suara mengecap dari mulut sang wanitaDan itu yang membuat sang lelaki tersenyum, dan berkata dalam hati :
“oh…Tuhan betapa mempesonanya ia…, bahkan saat bertingkah konyol dikala tidur pun…, ia masih nampak begitu mempesona…”
“sepertinya dengan memandanginya saja…, aku tak perlu repot-repot bersusah payah untuk keluar dari kamarku…, mencari pemandangan terindah di luar sana…”
“bahkan keindahan pelangi seusai hujan…, sinar mentari yang dipeluk oleh senja…, serta gugusan bintang-bintang yang tumbuh subur disekeliling purnama atau sabit pun…”
“tak mampu menandingi keindahan pesona wajahnya…, dan dirinya nampak begitu sangat sempurna di mataku…”
Sembari berkata di dalam hati, mata sang lelaki tiada hentinyaMemandangi setiap inchi lekuk keindahan wajah dari sang wanitaSeakan-akan ia baru saja bertemu dengan wanita tersebutDan langsung jatuh hati kepadanya
Sang lelaki kembali berkata di dalam hati :
“oh…Tuhanku…, jagalah ia beserta cintanya kepadaku,…jadikanlah cintanya selayak matahari…, yang selalu setia kepada semesta…”
“jadikanlah cintanya selayak pasir di pantai…, yang tak pernah habis walau dihanyutkan oleh ombak kecil dan besar sekalipun…”
“ jadikanlah cintanya selayak oksigen…, yang tak pernah habis walau manusia, hewan dan tumbuhan berebut menghirupnya di malam hari…”
“oh…Tuhanku…, perkenanlah permintaanku…”
Seusai memuji sang wanita didalam hatiSang lelaki lalu mempersiapkan diriBersiap menerbangkan hati menuju diri-NyaDan segera melaksanakan rutinitas kerohaniannya
Dengan sangat khusyuk, mulutnya nampak berkomat kamitBerusaha melakukan kesempurnaan didalam melafadzkan ayat - ayat-NyaNampak pula, hati yang bersusah payahMenggantikan peran anggota tubuh yang lain
Kemudian tanpa memakan waktu lamaSang lelaki kini berada di pusara klimaks ibadahnyaUntuk kali ini mata sang lelaki terpejamLalu ia pun berdoa di dalam hatinya :
“oh…Tuhanku…, aku menghadap lagi dan berharap lagi…, jika Kau ijinkan…, aku ingin mengulanginya semua permintaanku tadi…”
“oh…Tuhanku…, jagalah ia beserta cintanya kepadaku,…jadikanlah cintanya selayak matahari…, yang selalu setia kepada semesta…”
“jadikanlah cintanya selayak pasir di pantai…, yang tak pernah habis walau dihanyutkan oleh ombak kecil dan besar sekalipun…”
“ jadikanlah cintanya selayak oksigen…, yang tak pernah habis walau manusia, hewan dan tumbuhan berebut menghirupnya di malam hari…”
“oh…Tuhanku…, perkenanlah permintaanku…”
“amin yaa robbalallamin …”
Begitulah yang dilakukan oleh sang lelaki di hari-hari berikutnyaKembali berdoa untuknya, tiada henti memuji pesonanya, dan menyalakan kembaliPelita hati yang pernah redup…dan kesemuanya itu dilakukannyaHanya untuk sang wanita pemberian Tuhan, yang selalu setia berada di sisinya
Sekian
Sesering kali suara parau mereka mulai terdengar bersahutanMengalun syahdu, menyanyikan lagu-lagu kerinduanTerkadang pula percakapan ringan yang terbalut pengharapanSelalu bergema di hari-hari mereka kala itu
Sang lelaki bertanya :
“sebelum aku benar-benar pergi meninggalkanmu…, adakah beberapa bait kata-katamu yang akan kau utarakan disini ?...”
“sebelum aku benar-benar pergi meninggalkanmu…, bersama malaikat itu, menuju tempat peristirahatanku…”
Lalu sang wanita menjawab dengan senyum yang dikuatkan :
“tolong jangan katakan itu sayang…, sungguh diriku tak mau mendengarnya lagi…, percayalah… kau akan sembuh, kau akan sembuh sayangku…”
“dan sepertinya tak ada bait kata-kata terakhir yang pantas aku utarakan sekarang…, karena aku tau…,bahwa dirimu akan sembuh…”
Sang lelaki berkata kembali, mencoba menyadarkan sang wanita :
“lihatlah aku sayangku…, lihatlah !!…, aku tak mungkin sembuh dan sepertinya ini adalah percakapan terakhir kita…”
“karena aku tak cukup kuat untuk menahan jutaan rasa sakit ini…, rasa sakit yang terasa amat sangat ku rasakan…, mulai dari otakku sampai ke sum-sum tulangku…”
Lalu jemari sang wanita mulai merangkak menuju tangan sang lelakiBerusaha meraih ketenangan sang lelaki, dan berkata :
“sayangku ternyata kau mulai lupa yah ?..., bukankah semua ucapanmu tadi pernah kau ucapkan kepadaku 2 tahun yang lalu ?...”
“bahkan sebelum kau mampu mengatakan itu…, keadaanmu lebih parah dari sekarang…, walau hanya untuk mengenaliku saja…, waktu itu kau tak mampu…”
“namun sekarang lihatlah dirimu…, telah mampu mengenaliku…, mampu bercakap-cakap denganku…, bahkan setiap malam…, sering kali kita habiskan dengan membahas puisi-puisimu terdahulu…”
Sang lelaki memotong ucapan sang wanita :
“apakah benar yang kau ucapkan itu ?...”
Kemudian sang wanita mengganguk, lalu tersenyumSembari mengeluarkan suara merdunya :
“benar sayangku…, yang aku ucapkan itu benar adanya…, dan sekarang kau berjanji kepadaku yah !..., jangan kau tanyakan lagi kepadaku…, apa kata-kata terakhirku untukmu…”
“karena aku masih belum siap hidup tanpamu…, aku belum siap menjalani hidup hanya dengan mengenangmu saja…”
“dan sepertinya hari mulai larut sayangku…, lebih baik kau istirahat dulu !..., semoga esok pagi keadaanmu dapat lebih baik lagi dari sekarang…”
Lalu seusai mendengarnya sang lelaki berkata :
“terima kasih sayangku…, atas semua kebaikan dan ketulusanmu kepadaku…, entah bagaimana nanti aku akan mampu membalas semuanya…”
“oh…Tuhan terima kasih atas anugerah yang terindah ini…, semoga suatu hari nanti, setelah aku sembuh…, aku dapat melakukan apa yang telah dirinya lakukan untuk aku…”
Dengan tatapannya yang berkaca-kaca, sang wanita membalas :
“tak usah kau berterima kasih seperti itu sayangku…, itu semua sudah merupakan kewajibanku…, dan aku pun ikhlas melakukannya untukmu…”
“dan menurutku kelak kau akan mampu berbuat seperti itu…, dan menurutku kau bisa melebihiku…, bahkan mampu melebihi dari perbuatanku sekarang kepadamu…”
Kemudian dengan penuh keharuanSang lelaki akhirnya mampu menyalakan kembaliPelita yang mulai redup di hatinyaBerusaha mengobarkannya untuk seseorang yang selalu setia disisinya
Lalu seiring malam yang semakin larutSerta udara dingin yang mulai merambat naikMerasuki tubuh yang menyelinap dari balik selimutKedua insan ini membenamkan percakapannyaPukul 04:35 WIB, saat langit hitam kelamTersamarkan oleh suara adzan shubuhYang menyadarkan sang lelaki dari biusan sang lelapUntuk segera bergegas mencukupkan buah tidurnya
Dalam pandangan yang masih sangat terbatasSang lelaki mendapati sang wanitanyaMasih menikmati istirahatnya dengan begitu nikmatnyaSeakan-akan seperti menikmati hidangan yang sangat lezat
Tersaji pada meja perjamuan yang sangat panjangYang disekelilinginya dipenuhi beraneka ragam macam makananNampak sesering kali terdengar suara mengecap dari mulut sang wanitaDan itu yang membuat sang lelaki tersenyum, dan berkata dalam hati :
“oh…Tuhan betapa mempesonanya ia…, bahkan saat bertingkah konyol dikala tidur pun…, ia masih nampak begitu mempesona…”
“sepertinya dengan memandanginya saja…, aku tak perlu repot-repot bersusah payah untuk keluar dari kamarku…, mencari pemandangan terindah di luar sana…”
“bahkan keindahan pelangi seusai hujan…, sinar mentari yang dipeluk oleh senja…, serta gugusan bintang-bintang yang tumbuh subur disekeliling purnama atau sabit pun…”
“tak mampu menandingi keindahan pesona wajahnya…, dan dirinya nampak begitu sangat sempurna di mataku…”
Sembari berkata di dalam hati, mata sang lelaki tiada hentinyaMemandangi setiap inchi lekuk keindahan wajah dari sang wanitaSeakan-akan ia baru saja bertemu dengan wanita tersebutDan langsung jatuh hati kepadanya
Sang lelaki kembali berkata di dalam hati :
“oh…Tuhanku…, jagalah ia beserta cintanya kepadaku,…jadikanlah cintanya selayak matahari…, yang selalu setia kepada semesta…”
“jadikanlah cintanya selayak pasir di pantai…, yang tak pernah habis walau dihanyutkan oleh ombak kecil dan besar sekalipun…”
“ jadikanlah cintanya selayak oksigen…, yang tak pernah habis walau manusia, hewan dan tumbuhan berebut menghirupnya di malam hari…”
“oh…Tuhanku…, perkenanlah permintaanku…”
Seusai memuji sang wanita didalam hatiSang lelaki lalu mempersiapkan diriBersiap menerbangkan hati menuju diri-NyaDan segera melaksanakan rutinitas kerohaniannya
Dengan sangat khusyuk, mulutnya nampak berkomat kamitBerusaha melakukan kesempurnaan didalam melafadzkan ayat - ayat-NyaNampak pula, hati yang bersusah payahMenggantikan peran anggota tubuh yang lain
Kemudian tanpa memakan waktu lamaSang lelaki kini berada di pusara klimaks ibadahnyaUntuk kali ini mata sang lelaki terpejamLalu ia pun berdoa di dalam hatinya :
“oh…Tuhanku…, aku menghadap lagi dan berharap lagi…, jika Kau ijinkan…, aku ingin mengulanginya semua permintaanku tadi…”
“oh…Tuhanku…, jagalah ia beserta cintanya kepadaku,…jadikanlah cintanya selayak matahari…, yang selalu setia kepada semesta…”
“jadikanlah cintanya selayak pasir di pantai…, yang tak pernah habis walau dihanyutkan oleh ombak kecil dan besar sekalipun…”
“ jadikanlah cintanya selayak oksigen…, yang tak pernah habis walau manusia, hewan dan tumbuhan berebut menghirupnya di malam hari…”
“oh…Tuhanku…, perkenanlah permintaanku…”
“amin yaa robbalallamin …”
Begitulah yang dilakukan oleh sang lelaki di hari-hari berikutnyaKembali berdoa untuknya, tiada henti memuji pesonanya, dan menyalakan kembaliPelita hati yang pernah redup…dan kesemuanya itu dilakukannyaHanya untuk sang wanita pemberian Tuhan, yang selalu setia berada di sisinya
Sekian
0 komentar:
Posting Komentar