Selasa, 02 November 2010

Cerita...

Kala rintik hujan mulai berjatuhan Mengenai kepala kita yang saat itu tak terselamati oleh apapun Kau sempat menguraikan beberapa pertanyaan Yang entah dari mana datangnya…

Apakah dari hatimu yang masih ragu terhadapku ? Atau memang rasa keingin tahuanmu yang begitu besar ? Bahkan sangat begitu besarnya sampai melebihi ukuran gunung terbesar di jagad ini Dan kau pun melemparkan tanya kepadaku, seperti ini :

“Sayangku… apakah kamu benar-benar tulus mencintaiku, dan akan selalu setia berada terus disampingku, di saat diriku senang dan sedih ?”

Seusai kau bertanya seperti itu, aku hanya terdiam Sungguh aku tak berani mengeluarkan sepatah kata dari mulutku ini Walau beribu-ribu kata-kata terindah sudah tersusun rapi di dalam otakku Namun aku tetap saja terdiam, selayaknya arca-arca pemujaan

Sebenarnya jika aku ingin menjawab, aku cukup menarik pelatuknya saja Kemudian dengan sigapnya ribuan kata-kata indahku akan sanggup memberondong Semua pertanyaanmu yang tak penting itu Hanya saja untuk kali ini, aku tak mau melakukannya untukmu

Lalu… dari keterdiaman diriku Raut wajahmu mulai beranjak pergi meninggalkanku Pergi entah kemana, membawa segenap semua tatapan indahmu Kemudian lirih suaramu terdengar sangat memilu, dan kau pun berkata :

“Mengapa kau tak menjawab pertanyaanku, mengapa kau diam, apakah sesulit itukah untuk kau jawab, atau memang kau…?”

Sebelum kau benar-benar menyelesaikan sebuah pertanyaan terbarumu itu Aku dengan cekatan langsung mengkomandokan telunjukku Tepat kearah bibir mungilmu, untuk segera menutup laju semua pertanyaanmu Lalu kemudian aku menjawabnya, disertai tatapan teduh mataku :

“Tolong hentikan sayangku…bukannya aku tak ingin menjawab semua pertanyaanmu, hanya saja aku tak mau bermain dengan kata-kata. Karena jika aku melakukannya aku takut pada akhirnya nanti, aku tak dapat menepati semuanya itu”.

“Jujur…walau kau tak memintanya sekalipun, aku akan melakukan semuanya untukmu…mencintaimu dan setia terhadapmu. Hanya saja untuk kali ini…izinkan aku untuk membuktikan semuanya, tanpa perlu campur tangan kata-kata indahku. Karena aku takut pada akhirnya nanti, semua kata-kata indahku akan bermuara menjadi janji”

“Sungguh… aku tak menginginkan itu terjadi. Karena aku… hanya ingin menunjukkan semuanya…hanya lewat pembuktian sikapku saja. Dan kuharap… cukuplah kau mendampingiku, tanpa perlu banyak bertanya…. Karena menurutku…sebuah pembuktian sikap, jauh lebih penting dari pada hanya menghadiahimu dengan sebuah jawaban-jawaban indah”

Setelah kau menangkap semua ucapanku, dahimu mengerut Serta sorot tatapanmu menerawang jauh ke dalam mataku Seakan-akan dirimu penasaran, lalu kau berusaha menggalinya kembali Berusaha mengkais-kais kejujuranku, apakah semua itu tulus aku ucapkan atau tidak

Lalu perlahan air matamu meleleh, menuruni lekukan wajah ovalmu Sepertinya… kau benar-benar larut dalam situasi ini Yang sebenarnya aku paling benci melihatmu seperti ini Lalu dengan tenangnya aku peluk dirimu, dan mengatakan :

“Begini saja…kita lihat saja nanti, siapa yang paling akhir berdiri disini. Berdiri paling setia pada hubungan ini. Dan bila pada akhirnya nanti…orang itu adalah aku, ku harap kau tak perlu lagi bertanya seperti ini…. Sekarang berhentilah menangis sayangku”

Seiring ucapanku tadi, kau kembali tersenyum menatapku Sepertinya ucapanku tadi telah berhasil, menghadirkan sebuah pelangi untukmu Sebuah pelangi yang nampak sangat begitu indah di hatimu Lalu seiring sesenggukkan tangismu, kau pun berkata :

“Maafkan aku atas semua pertanyaan bodohku tadi…. Aku kini percaya bahwa kau benar-benar mencintaiku dengan tulus. Semoga saja aku juga dapat melakukannya sepertimu, Berdiri paling akhir…berdiri paling setia pada hubungan ini…”

“Semoga saja kau memang jodohku …, namun seandainya tidak…, Kau akan selalu tetap menjadi kekasih terbaikku, Yang pernah aku miliki…disepanjang hidupku

0 komentar:

Posting Komentar